Sudah cukup lama saya ingin menulis ulang paper saya di blog ini, terinspirasi tentu oleh guru saya kak Imam. Selain itu, siapa sih yang baca paper ilmiah? Lewat tulisan ini semoga melunakkan bahasa dan bahasan untuk kalangan yang lebih luas.
Sebelumnya burung Cerek Kalung-besar yang bernama ilmiah Charadrius hiaticula belum pernah tercatat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. haha
Burung ini berkembang biak di Greenland dan Eurasia bagian utara, pada saat musim dingin kebanyakan populasinya akan bermigrasi ke daerah Afrika. Namun, sebagian populasi juga nyasar ke berbagai wilayah di Asia khususnya Asia Tenggara seperti Myanmar barat daya dan Thailand barat laut (Robson 2000), Vietnam (Pilgrim et al. 2009), Thai-Malay Peninsula (Wells 1999), Singapura (Wells 1999; Wang & Hails 2007).
Di pulau Kalimantan pernah tercatat, tapi bukan NKRI melainkan di Brunei Darusalam dan Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia (Mann 2008). Bahkan burung ini tercatat hingga Australia (BirdLife Australia Rarities Committee 2016). Indonesia terlewatkan?
Saya, Shaim dan Wahab kala itu sedang mengamati burung pantai migran. Awalnya kami memperhatikan grup Cerek Jawa, Kedidi Leher-merah, Trinil Pembalik-batu dan Cerek Pasir-besar. Ada seekor yang menarik perhatian dengan ukurannya yang hampir sebesar Cerek Pasir-besar namun paruh lebih pendek dan alis mata putih tegas.
Saya yang membawa kamera enggan memotret dengan mengambil jarak yang dekat. Karena saya tahu diri dengan ukuran tubuh yang besar pasti akan gagal mendapatkan foto dalam jarak yang dekat.
Akhirnya Shaim lah yang menerima tugas mendekat dengan cara merayap bak biawak ke kawanan burung tersebut. Sementara saya dan Wahab mengarahkan dari pinggir kali memakai teropong sambil berteriak layaknya tukang parkir.
Shaim sudah berada dalam jarak sekitar 10 meter dari burung Cerek misterius tersebut, dengan asumsi lensa prosumer perbesaran setara dengan lensa tele 800mm pastilah hasilnya akan close up. Sekitar setengah jam terlewati, lalu ia kembali ke arah pinggir. Saat itu juga kami melihat jepretannya dan bayangan hasil foto yang up pun runtuh seketika. Ternyata kamera tidak di zoom dengan maksimal, hanya 126 mm saja. Wooh jian ndlogok.
Sebelumnya burung Cerek Kalung-besar yang bernama ilmiah Charadrius hiaticula belum pernah tercatat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. haha
Burung ini berkembang biak di Greenland dan Eurasia bagian utara, pada saat musim dingin kebanyakan populasinya akan bermigrasi ke daerah Afrika. Namun, sebagian populasi juga nyasar ke berbagai wilayah di Asia khususnya Asia Tenggara seperti Myanmar barat daya dan Thailand barat laut (Robson 2000), Vietnam (Pilgrim et al. 2009), Thai-Malay Peninsula (Wells 1999), Singapura (Wells 1999; Wang & Hails 2007).
Foto pertama Cerek Kalung-besar Charadrius hiaticula (tengah) untuk Indonesia. Copyright Shaim Basyari |
Di pulau Kalimantan pernah tercatat, tapi bukan NKRI melainkan di Brunei Darusalam dan Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia (Mann 2008). Bahkan burung ini tercatat hingga Australia (BirdLife Australia Rarities Committee 2016). Indonesia terlewatkan?
Jadi Ceritanya...
Hingga akhirnya pada 20 Oktober 2013 tiga orang selo menjumpainya di muara kali Progo, perbatasan kabupaten Bantul dan Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.Saya, Shaim dan Wahab kala itu sedang mengamati burung pantai migran. Awalnya kami memperhatikan grup Cerek Jawa, Kedidi Leher-merah, Trinil Pembalik-batu dan Cerek Pasir-besar. Ada seekor yang menarik perhatian dengan ukurannya yang hampir sebesar Cerek Pasir-besar namun paruh lebih pendek dan alis mata putih tegas.
Saya yang membawa kamera enggan memotret dengan mengambil jarak yang dekat. Karena saya tahu diri dengan ukuran tubuh yang besar pasti akan gagal mendapatkan foto dalam jarak yang dekat.
Akhirnya Shaim lah yang menerima tugas mendekat dengan cara merayap bak biawak ke kawanan burung tersebut. Sementara saya dan Wahab mengarahkan dari pinggir kali memakai teropong sambil berteriak layaknya tukang parkir.
Shaim sudah berada dalam jarak sekitar 10 meter dari burung Cerek misterius tersebut, dengan asumsi lensa prosumer perbesaran setara dengan lensa tele 800mm pastilah hasilnya akan close up. Sekitar setengah jam terlewati, lalu ia kembali ke arah pinggir. Saat itu juga kami melihat jepretannya dan bayangan hasil foto yang up pun runtuh seketika. Ternyata kamera tidak di zoom dengan maksimal, hanya 126 mm saja. Wooh jian ndlogok.
Namun kami coba zoom di display kamera tersebut, sembari
melihat buku panduan yang kami bawa. Burung ini mirip dengan Cerek Kalung-kecil
namun ukurannya lebih besar. Tetapi lebih kecil dengan Cerek Pasir-besar yang
berada di sampingnya. Dibandingkan dengan Cerek Kalung-kecil, paruh burung ini pendek
dan tebal; garis bulu dada lebih tebal, alis mata putih lebih panjang; kaki
berwarna oranye dan tidak memiliki garis orbital
mata. Entah kenapa kami optimis seketika bahwa itu Cerek Kalung-besar.
Sepulangnya langsung share temuan tersebut ke pakar yang
fesbukan. Sampai diskusi mengenai jenis ini mencapai mufakat, well saatnya
publikasi.
Lalu Kholil, Wahab dan mas Zul pada 01 Desember 2013 di
lokasi yang sama mencatat 5 ekor jenis yang sama. Ketika Kholil mencoba mendekat
untuk mengambil gambar, burung ini terbang sambal bersuara “tuu iit, tuu iit”, yang
mirip dengan alarm call sesuai
deskripsi dari Hayman et al. (1986) dan Robson (2000) yakni “too-li” dan
“tooweep”. Saat burung ini terbang corak putih pada sayap terlihat.
Dengan tambahan informasi tersebut kami mulai membuat draft
tulisan.
Hingga manuscript pertama selesai, saya langsung kirimkan ke
jurnal KUKILA. Ada cita-cita pribadi kenapa saya memilih jurnal ini, sebuah
alasan konyol jikalau saya mendapat temuan pertama untuk Indonesia akan saya
terbitkan di Jurnal ornitologi milik Indonesia tapi kepala editor dan sebagian
besar editornya asing. Piye menurutmu?
Tiga tahun lamanya proses penyusunan penulisan dan revisi di
jurnal tersebut dengan reviewer salah satunya adalah kepala editornya langsung
yang ndadak dan nyusu-nyusu untuk revisi. Singkatnya paper temuan Cerek Kalung-besar pertama untuk Indonesia masuk di
jurnal tersebut di edisi ke 19 tahun 2016.
Paper bisa diunduh di sini
Sitasi
Wibowo, K.W., S. Basyari, W.F. Andono, A.Z. Abdullah &
I. Kholil. 2016. First Indonesian Record of Common Ringed Plover Charadrius hiaticula. Kukila 19: 39-41.
from: http://birdlife.org.au/conservation/science/rarities-committee (Accessed 13 April 2016).
Hayman, P.J., J. Marchant & T. Prater. 1986. Shorebirds: An Identification Guide to the Waders
of the World. Hougton Mifflin Co., Boston.
MacKinnon, J. & K. Phillipps. 1993. A Field Guide to the Birds of Borneo, Sumatra, Java and
Bali. Oxford University Press Inc., New York.
Mann, C.F. 2008. The Birds of Borneo. B.O.U. Checklist 23. British Ornithologists’ Union and
British Ornithologists’ Club, London.
Pengamat Burung Indonesia. 2014. https://web.facebook.com/groups/PengamatBurungIndonesia.
Piersma, T.& P. Wiersma. 1996. Charadridae (Plovers). Pp. 384-443 in J. del Hoyo, A. Elliot & J.
Sargatal (eds). Handbook of the Birds of the World. Vol. 3. Hoatzin to Auks. Lynx Edicions,
Barcelona.
Pilgrim, J.D., P. Bijlmakers, A. Crutchley, G. Crutchley, T. de Bruyn & A.W. Tordoff. 2009.
Common Ringed Plover Charadrius hiaticula and Black-headed Bunting Emberiza
melanocephala: new records for Vietnam. Forktail 25: 155-158.
Robson, C. 2000. A Field Guide to the Birds of South-east Asia. New Holland, London.
Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp & M. Muchtar. 2007. Daftar
Burung Indonesia no. 2. Indonesian Ornithologist’s Union, Bogor.
Wang, L.K.& C.J. Hails. 2007. An annotated Checklist of the birds of Singapore. The Raffles
Bulletin of Zoology Suppl. 15: 1-179.
Wells, D.R. 1999. The Birds of the Thai-Malay Peninsula, vol. 1, Non-Passerines. Academic
Press, London.
Sumber Bacaan:
BirdLife Australia Rarities Committee. 2016. BirdLife Australia Rarity Committee. Availablefrom: http://birdlife.org.au/conservation/science/rarities-committee (Accessed 13 April 2016).
Hayman, P.J., J. Marchant & T. Prater. 1986. Shorebirds: An Identification Guide to the Waders
of the World. Hougton Mifflin Co., Boston.
MacKinnon, J. & K. Phillipps. 1993. A Field Guide to the Birds of Borneo, Sumatra, Java and
Bali. Oxford University Press Inc., New York.
Mann, C.F. 2008. The Birds of Borneo. B.O.U. Checklist 23. British Ornithologists’ Union and
British Ornithologists’ Club, London.
Pengamat Burung Indonesia. 2014. https://web.facebook.com/groups/PengamatBurungIndonesia.
Piersma, T.& P. Wiersma. 1996. Charadridae (Plovers). Pp. 384-443 in J. del Hoyo, A. Elliot & J.
Sargatal (eds). Handbook of the Birds of the World. Vol. 3. Hoatzin to Auks. Lynx Edicions,
Barcelona.
Pilgrim, J.D., P. Bijlmakers, A. Crutchley, G. Crutchley, T. de Bruyn & A.W. Tordoff. 2009.
Common Ringed Plover Charadrius hiaticula and Black-headed Bunting Emberiza
melanocephala: new records for Vietnam. Forktail 25: 155-158.
Robson, C. 2000. A Field Guide to the Birds of South-east Asia. New Holland, London.
Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp & M. Muchtar. 2007. Daftar
Burung Indonesia no. 2. Indonesian Ornithologist’s Union, Bogor.
Wang, L.K.& C.J. Hails. 2007. An annotated Checklist of the birds of Singapore. The Raffles
Bulletin of Zoology Suppl. 15: 1-179.
Wells, D.R. 1999. The Birds of the Thai-Malay Peninsula, vol. 1, Non-Passerines. Academic
Press, London.
0 Komentar:
Post a Comment