1 Hari 3 Pernikahan

2 comments
Beberapa hari sebelum tanggal 6 Mei 2012 saya di kabari bahwa sepupu saya akan melangsungkan pernikahan. Ayah saya memberi kabar bahwa pernikahan akan dilangsungkan di Srandakan Bantul, sontak mendengar kabar tersebut saya bertanya kepada Shaim karena rumah beliau juga di daerah tersebut. Setelah bertanya mengenai alamat dan lain sebagainya akhirnya saya putuskan mengajak Shaim ke acara itu serta H-1 saya menginap di rumah Shaim agar menghemat waktu dan biaya(makan.red) hehe
 
Pagi menjelang dan pesta pernikahan akan dilaksanakan siang nanti, dan mumpung di rumah Shaim maka tidak ada salahnya mengunjungi Trisik seisinya, sawah sampai pantai tentunya. Rumah Shaim berdekatan dengan Trisik, sehingga kerap kali bagi pasukan Bionic mampir ke rumah Shaim sekedar istirahat seusai pengamatan di pantai tempat singgah para musafir alias burung pantai Migran. Walau bulan Mei dimana para “musafir” bertolak pulang, kami berharap mendapat pengamatan yang menyenangkan.
Sekitar jam 08.00 WIB kami pun tiba di Trisik, sayang kami tak dapat berlama – lama untuk pengamatan di sawah, karena sawah sudah penuh padi yang sudah setinggi pinggang sehingga sulit bagi kami mengamati burung di balik rimbunnya padi. Kami melanjutkan ke Selatan, menuju Laguna pantai Trisik. Sampai disana tak kami jumpai burung pantai migran, sesaat kami “scan” menggunangakan “bino” namun tetap saja kami tak melihat adanya burung pantai migran dan akhirnya kami putuskan untuk kembali pulang.
Dalam perjalanan pulang kami melewati ladang tebu dan mata Shaim menemukan sesuatu yang menarik di balik rimbunnya tebu, Burung tentunya dan ini bakal menjadi first sight atau LIFER bagi kami berdua. Seusai motor kami hentikan, kamera dan binokuler kami siapkan langsung kami selidiki burung tersebut yang sedang ngumpet di balik tebu. Cukup sulit mengintip – intip, namun akhirnya ketemu juga. Burung kecil seukuran burung Gereja Erasia, bentuk corak pada tubuh bagian atas garis-garis lurus tebal berwarna coklat, paruh tebal pendek warna krem, terdapat alis di atas matanya, dada coklat muda dengan coretan lurus coklat, perut hingga tungging putih ke”krem”an dan kaki berwarna pink.
Manyar Tempua/Baya Weaver di balik rimbun Tebu
Ploceus philippinus betina Menganyam sarang




















Di paruh burung ini terselip sehelai rumput, rupa – rupanya burung ini sedang menganyam sarang. WOW, ada yang mau nikahan nih! Salah satu moment yang jarang kami temui. Rencana hari ini akan menghadiri acara pernikahan sepupu eh malah ini mampir dulu di nikahan orang eh burung. Setelah selesai dengan sehelai rumput yang sudah teranyam di calon sarang maka burung tersebut pergi mencari rumput atau bahan lain untuk melanjutkan pembuatan sarangnya. 
 
Di atas bunga tebu kami melihat dua sosok burung yang sama, namun ada yang berbeda dari salah satu burung tersebut. Burung ini pada bagian atas kepala atau mahkotanya sampai tengkuk berwarna kuning emas, dada kecoklatan dengan coret coklat tua, muka dan dagu berwarna gelap. Setelah cek buku panduan, ternyata nama jenis burung tadi adalah Manyar Tempua. Burung Manyar Tempua yang bermahkotakan warna kuning emas adalah burung pejantan sedangkan betina tidak bermahkota warna kuning emas. 
Ternyata tak hanya dua ekor saja yang kami temui, burung yang memunyai nama ilmiah Ploceus philippinus ini tersebar di ladang tebu seberang, mengerumuni padi yang hampir menguning, serta pohon asem jawa tempat kami berteduh dari panas matahari. Lebih dari 20 burung Manyar Tempua tercatat.
Baya Weaver Jantan di atas kembang Tebu

Hari makin siang, enggan rasanya meninggalkan burung cantik dan ganteng ini sebab hampir 3 tahun saya pengamatan di Trisik baru kali ini berjumpa dengan Manyar Tempua, namun keluarga dan sepupu sudah menanti, saatnya bernjak menuju acara pernikahan yang kedua.
Saya bersama sepupu dan istrinya
Sore menjelang, acara pernikahan pun usai. Keluarga dan rombongan kembali ke Pacitan. Saya dan Shaim kembali ke Trisik. LOH?? Kami memang belum puas mengamati Manyar Tempua tadi, sesampainya disana kami terkejut dan bingung bukan kepalang. Burung Manyar Tempuanya pada hilang, tertinggal calon sarang mereka saja. Pertanyaan dan sangkaan pun muncul, kenapa mereka pergi? Mengapa mereka pergi?
Sejenak kami menunggu berharap mereka sedang pergi sebentar dan akan kembali, namun juga tak kunjung datang. Ah sudahlah, kamipun mencoba lagi menuju Laguna. Setibanya disana lagi – lagi Laguna sepi, tapi ada sedikit penawar kecewa. Beberapa ekor Cerek Jawa teramati, burung pantai juru kunci lokasi ini.
 
Cerek Jawa Charadrius javanicus juru kunci Laguna Trisik
Segerombolan burung kurang lebih ada 22 ekor, ukuran lebih kecil dari Cerek Jawa paruhnya pun lebih panjang dari paruh Cerek Jawa, kakinya warna hitam, leher sampai dada berwarna merah. Ya burung ini dalam bahasa Inggris bernama Red Necked Stint (RNS) atau Kedidi Leher Merah.
 
Red-necked Stint pakain nikah yang hampir sempurna
 Berbeda sekali ketika terlihat di sekitar bulan Oktober -  Januari, leher sampai dada burung ini tak berwarna merah. Karena ini bulan Mei, saatnya bagi burung Pantai migran untuk kembali ke "Nikahan" site mereka di bumi bagian Utara. Begitu juga RNS ini, mereka telah mengenakan baju nikah dan bersiap kembali ke Breeding site mereka. Melanjutkan keturunan mereka melanjutkan siklus kehidupan!

Sepasang Kedidi Leher Merah bak sepasang pengantin
Hari yang berkesan, dalam satu hari saya dan Shaim menghadiri tiga acara Nikahan. Sekian dan siapa akan menikah selanjutnya?
Gerombolan Calidris ruficollis yang siap kembali ke Utara

Mengintip Gadis Mandi (Parental Advisory Explicit Content)

6 comments

Suatu pagi yang indah di hari Kamis saya bersiap menuju suatu tempat. Tempat favorit untuk melihat keindahan - keindahan yang sesaat, walaupun hanya sesaat hal ini sungguh membuat beberapa "orang" menjadi sakaw. Tempat ini adalah sungai kecil di lereng Selatan Merapi. Saya sudah beberapa kali ke tempat ini, dan kesempatan untuk melihat kejadian yang akan saya ceritakan ini jarang sekali saya temukan, Alhamdulillah.


Akhirnya tepat siang hari saya tiba di sungai kecil itu, cocok sekali di kala siang kita bermain di sungai seperti kebiasaan anak kecil di desa. Tentunya desanya harus punya sungai. Kemudian setelah sampai saya duduk di atas batu besar di pinggir kali itu. INDAH, sinar matahari yang berusaha menembus rapatya barisa daun - daun, semilir angin yang menarik asap kenalpot dalm perjalanan ke tempat ini, air bening yang mengalir seakan menarik hasrat untuk membasahi raga ini namun saya urungkan niat untuk mencicipi sungai itu. Ada mangsa besar yang saya tunggu. Siap siap!

"Lelaki Hidung Belang"

Di atas batu itu saya bergeser menyembunyikan diri, agar buruan saya ini tak menyadari kehadiran saya dan tentunya saya bisa menikmati pertujukan di sungai syahdu. Beberapa saat saya menunggu akhirnya ada yang mendekat, tapi sayang bukan dia yang ingin lihat. Dia "lelaki hidung belang".
Burung Sikatan Belang | Little-pied Flycatcher
Sikatan "hidung" Belang, bergaya memikat

Tapi tak apa, mungkin dia bisa menghibur saya. Entah mau meliuk - liuk atau mau ngapain terserah!.
Saya tetap sembunyi.
Burung Sikatan Ninon | Indigo Flycatcher
Sikatan Ninon, feel blue
Tiba - tiba datang ada yang menyusul, sepertinya yang datang kali ini sedang feel blue alias sedih. Dia datang ke sungai ini mungkin untuk menghanyutkan kesedihannya. Dia merenung menatap matahari  yang ditutupi dedaunan, Galau! Seorang berkacamata pun juga menyusul, mungkin dia teman "si galau", dia datang dan seperti terlihat menyapa si galau itu, "Loe kenape bro, udah cari yang lain aje!" Teman yang baik.
Pleci | Burung Kacamata Biasa | Oriental Whiteeye
Kacamata Biasa, "Woles aje bro"

Moment memotret "gadis mandi"

Setelah ditemani "si kaca mata" akhirnya "si biru galau" pun move on, dan saya tetap dipersembunyian saya. Beberapa saat setelah ditinggalkan datang seorang cewek, sexy. Kembang desa pulau Jawa, dengan anggunnya dia datang ke sungai syahdu ini. Darah saya berdesir, sesuai harapan. Gadis mandi di kali. Cihuy akhirnya! Kamera kupegang erat - erat, pakai setingan yang sesuai dan tunggu momen yang tepat. Dan terjadi, si sexy ini mandi dengan asiknya, namun tidak di sungai syahdu melainkan di lumut yang nempel di pohon. ANEH??? ya iyalah yang bikin cerita lagi aneh. hahahaha KENA NGGAK KENA DEH hehe
Burung Madu Gunung | White-flanked Sunbird
Burung-madu gunung betina, "Sweeeeggggeeerrr"

Cerita ini adalah kisah Burung-madu Gunung yang sedang "mandi". Bekas air hujan yang terjebak di lumut pohon dipakai burung ini untuk "mandi", dan kebetulan saya berjumpa betinanya, rasanya gimana gitu. Tapi tenang saja saya masih normal kok. Setelah membasahi diri dengan air lalu dia gidig - gidig seperti anjing terkena air. "Bbbbrrrrrr!" Katanya.
Burung Madu Gunung | White-flanked Sunbird female
Bbbbrrrrrrrrrrrrrr

Pemandangan syahdu yang jarang didapatkan, bagi yang kepengin ngintip segera kunjungi sungai ini, siapa tahu ada siaran ulang hehehehe. Happy birding, Happy make it story!



PEMERAN DALAM CERITA INI:
1. Lelaki hidung belang = Sikatan Belang/ Ficedula westermanni
2. Si Galau Biru = Sikatan Ninon/Eumyias indigo
3. Si Kacamata = Kacamata Biasa/Zosterops palpebrosus
4. Si Gadis sexy = Burung madu Gunung/Aethopyga eximia

Ngeker Manuk teng Pacitan

4 comments

Kesempatan untuk ngeker manuk atau Birding di kota kelahiran saya sampai selama ini jarang saya dapatkan, memang beberapa kali saya sempatkan waktu untuk pulang ke rumah untuk melepas rindu bersama keluarga, bertemu sahabat - sahabat lama, bahkan sampai modus untuk menebalkan kantong saya untuk kembali ke Jogja. Kembali pulang ke Pacitan, saya selalu mendapatkan sesuatu yang baru, menggairahkan jiwa kendor karena rutinitas di perantauan, mendapat ide - ide dari hasil ngopi bersama kawan, sampai pisuhan baru yang up to date. hehe


Kembali pada kasus ngeker manuk, kota kelahiran saya ada di Pacitan namun kota kelahiran ke-pengamat burungan bertempat di Yogyakarta. Selama lahirnya saya sebagai pengamat burung amatir di kota Pasar Kembang tersebutlah saya meniti karir, belajar dari awal, mengikuti tausiah pengamat burung dan dari sana pula saya bisa melancong ke berbagai penjuru negeri. Terima Kasih Jogja beserta manusia dan seluruh isinya.

Namun rasa - rasanya saya juga harus "mengobrak - abrik" kota kelahiran saya sebagai manusia saru tersebut, saya harus balas budi walau mungkin si Pacitan tak perlu itu. Jika ada kesempatan mudik saya sempatkan untuk mersani peksi walau hanya dalam waktu singkat alias short  time. hehe

Pancer Door site para surfer

Lokasi yang sering saya kunjungi adalah Muara Sungai Grindulu / bagian Timur dari pantai Teleng Ria. Di Pacitan muara sungai lebih dikenal dengan sebutan "PANCER" dan nama muara tersebut sekarang lebih terkenal dengan sebutan PANCER DOOR. Kenapa DOOR? saya tidak tahu, mungkin agar lokasi tersebut dapat mengkagetkan khalayak, layaknya ketika kita mengkagetkan seseorang yang bengong lalu berteriak dan mengkejutkannya dengan berteriak Ddooooooorrrrrrr! hehe mungkin.

Tempat tersebut semakin ramai dari waktu ke waktu, dahulu tempat tersebut di wingitkan atau angker. Namun sekarang menjadi tempat wisata yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun SLJJ. Tempat terebut sering dijadikan lokasi Surfing oleh surfer Pacitan atau bahkan dari luar kota dan luar negeri.

Sekali lagi kembali ke masalah ngeker manuk, awal Mei saya berkesempatan pulang dan tentu saya sempatkan pengamatan burung. Pancer dorr lokasinya, sekitar setengah 5 sore saya tiba disana lewat jalan tikus untuk menghindari petugas dan yang pasti saya pengamatan burung kok di jalan trabasan tersebut. Sueeeeerrr!

Pancer Door
Kuntul Karang lagi Surfing

Setibanya dilokasi saya langsung berjalan menyusuri pantai, disuguhi matahari tenggelam dan langit jingga, syahduuuu. Beberapa orang asyik menunggangi ombak dengan papan seluncurnya. Tiba di ujung Timur pantai tersebut saya melihat seekor burung sedang asyik di pinggiran pantai, burung tersebut sesekali berlari seolah mengejar mangsanya. Ukuran tubuhnya lebih besar dari Kuntul Kerbau, warna tubuhnya hampir seluruhnya hitam, paruh dan kakinya berwarna kekuningan. Untung saja saya bawa kamera untuk mengabadikan momen ini, saya dekati perlahan sampai jarak maksimal burung tidak terganggu. Saya amati sekali lagi burung bernama Kuntul Karang tersebut, ketika akan saya potret di belakang kuntul tersebut melintas peselancar - peselancar menunggangi ombak. Saya mantapkan lagi dan berusaha mendapat momen secara bersamaan. Dan Jepret, beberapa foto saya dapatkan.
Burung Kuntul Karang dengan background Surfer di Pancer Door
Trio Peselancar

Hari semakin larut, saya pun pulang setelah puas dengan si Kuntul Karang itu. Tak sabar ingin mencari tahu potensi burung yang ada di Pacitan ini, dan tentunya tidak hanya burung saja. Semoga!

Piye Kabarmu BLOG?

Leave a Comment
Piye dab kabarmu? haha. Sekian lama kau tak kusentuh dan tak mendapat curcolanku serta perhatian dari empumu. Lebih dari 2 tahun blog ini tak mendapat jatah tulisan dari empunya, simple saja si empu nggak ada ereksi untuk menulis alias males dan saya akui bahwa ada niat buruk dalam pembuatan blog freeasbird ini. 

Waktu pun berjalan sampai sekarang dan sepertinya niatan buruk itu pun kian memudar, saya ingin membuka lembaran baru dengan blog ini, berjuang, mbacot ngalor ngidul, sambat misuh dan lain sebagainya untuk menyalurkan semua pikiran, kenangan, perjalanan, blusukan dsb dengan blog ini dan tentunya diniati dengan hal yang baik. Semoga bermanfaat bagi semuanya.

Oh ya sebelum saya tutup tulisan ini, saya mau share foto burung Buntut -sate putih yang saya potret September 2012 di pantai Sembukan Wonogiri. Burung yang memikat pada masalah keker manuk. 

Indah! untuk orang yang baru melihatnya kala itu. Ngeri! jika melihat lokasi untuk mengamati burung ini, di pinggir tebing pantai selatan Wonogiri tinggi di atas air laut dan melihat ombak yang menabrak tebing tersebut. Dhhuuuuaaarrrr! jika ombak besar yang datang menghantab tebing tegak tersebut. Namun hal tersebut akan hilang setelah melihat burung ini, ekornya yang panjang dan menjuntai telah mengikat hatiku.

Contact Form

Name

Email *

Message *