Nggambleh: Nge-Trip, Hijrah Kekinian

2 comments

Pada tahun kemarin 2015 masehi, banyak sekali waktu saya habiskan untuk keluyuran, ngetrip. Berbagai alasan dan dorongan menjadikan tahun tersebut menjadi tahun terbanyak saya pergi meninggalkan Jogja dan Pacitan. Pergi ke Baluran mbabu bantu-bantu mas Swiss cs bikin field guide burung Baluran berbasis android, Papua nguber kelelawar dan tikus, ilang ning Wilis, Bekasi ke kawinan sepupu dilanjutkan menuju Paralayang ndelok Arab, lanjut ke Garut blusukan nginjeng manuk, Bandung menghadiri Pertemuan Pengamat Burung Indonesia dan beberapa lokasi lain telah saya kunjungi. Bukan maksud saya dalam tulisan ini hendak pamer atau sombong, saya ingin berbagi. Tapi tidak salah juga kalau ada yang bilang, “Suuooombooong ngetrip muluk” toh ya manusia nda, bisa nyombong, kambing tidak. Hehe


Pendaki hilang di Gunung Wilis yang di selamatkan
Di Gunung Wilis dijemput bapak TNI, Basarnas, Polhut, Polisi dan wartawan. Setelah kejadian itu saya jadi tahu rasanya di rescue.

Belajar dari bule India

Saya ingin berbagi. Pernah di Tahun 2014 saya bertemu dengan bule India yang bekerja di Jakarta. Ia datang ke Jogja untuk pengamatan burung, motret lebih tepatnya. Selama saya temani kami banyak bercerita, satu hal yang saya ingat bahwa beliau berkata “Journey and Read” artinya begini bahwa dia melakukan pembelajaran lewat journey dan read. Mbulet omonganmu.

Jadi selama ia melakukan perjalanan berbagai hal dibacanya. Nama jalan, daerah, warung makan, dan segala bentuk hal yang berkaitan dengan tulisan, dibacanya lalu diingat. Kalau nggak paham, ya tanya dia. Namun juga membaca kondisi wilayah, karakter manusia yang dijumpai, budaya dan segala aspek kehidupan ia coba membaca dan memahami. Saya mengamini perkataannya.

Setelah berbagai perjalanan di tahun 2015 memang perkataannya terasa benar, banyak hal telah saya alami dan pelajari. Contohnya, dahulu saya menganggap di Papua pasti ngeri, seram dan selalu merasa tidak aman. Setelah kesana pikiran saya terhadap Papua terbarukan, beyond imagination-lah. Toh memang ada  sih daerah yang rawan, orangnya jahat dan lain-lain namun saya jadi tahu tentang hal tersebut dan belajar, memahami serta merasakan langsung kondisi disana. Itu adalah perjalanan ragawi dan pemikiran saya.

Mulai November saya banyak anteng di Jogja, secara ragawi. Entoh bukan berarti saya nggak nge-trip. Selama akhir tahun itu saya akhirnya bisa intens membantu mengerjakan Atlas Burung Indonesia. Berdiskusi, eyel-eyelan, nglembur itu jadi trip saya, perjalanan pemikiran.

Belajar dari Cak Nun

Kalau kata Cak Nun, nge-trip itu... eh dia bilang Hijrah ding, sama kan!? Haha begini katanya“Kita itu sedang berhijrah, berpindah dari satu titik ke titik yang lain, dari tidak tahu menjadi tahu, intinya menuju ke suatu hal yang lebih baik” kurang lebih begitu yang bisa saya ingat. Jadi bisa saja secara fisik ragawi kita tak berpindah namun pemikiran kita yang berpindah, ke tempat yang lebih baik, ke pemahaman yang lebih mendalam.

Kalau trip rohani ya contohnya kekasih Gusti Allah, kanjeng nabi Muhammad SAW. Beliau kan juga nge-trip, dari Mekkah ke Madinah lalu ultimate trip-nya kanjeng Nabi ya peristiwa Isra’ Miroj, ya kan? Biksu Tong pun nge-trip ke Barat mencari kitab suci bersama Sun Gokong, Wu Ching, dan satu muridnya yang sedang baca tulisan ini. Haha.

So, mulailah melakukan perjalanan. Perjalanan fisik atau ragawi, pemikiran dan rohani. Silahkan cari pengalaman bertemu secara langsung suatu hal baik yang kalian cari. Ya ini yang ingin saya bagi dari trip-trip yang sudah saya lalui, mana trip mu?
Ngetrap-ngetrip ndasmu!



Ditulis sebelum berangkat ke Malang (Ngetrip lagiiii) sambil ngobrol dengan Adin yang selesai mengerjakan skripsi, Bulan Februari 2016 masehi di teras beskem Biolaska menunggu Nurdin.

Related Article

2 comments:

  1. "Biksu Tong pun nge-trip ke Barat mencari kitab suci bersama Sun Gokong, Wu Ching, dan satu muridnya yang sedang baca tulisan ini". Haha. SOPO SOPO kuiiiiiiiii hahaha

    ReplyDelete

Contact Form

Name

Email *

Message *